masukkan script iklan disini
Media DNN - Bali | Sidang kasus Tipikor yang menjerat NAW, Ketua LPD Anturan telah memasuki babak mendengarkan keterangan dari saksi ahli. Sidang yang digelar pada hari Rabu tanggal 22 februari 2023 , pukul 11. 00 wita - 13.00 wita, dengan agenda mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Buleleng.
Adapun saksi ahli yang di hadirkan oleh JPU ialah saksi ahli dari Inspektorat Kabupaten Buleleng yakni Komang widyarini SE. M.,Si.
Didalam persidangan, dihadapan Majelis Hakim Tipikor Putu Gede Novyarta SH., M.Hum, didampingi 2 hakim anggota Soebekti S.H dan Nelson S.H, Saksi Ahli Komang widyarini menyampaikan seputaran data-data perhitungan jumlah keuangan di LPD Anturan dan juga perputaran keuangan LPD hingga ditemukannya kerugian negara sejumlah Rp 151 Milyar, selain itu terkuak pula dalam melakukan penghitungan, inspektorat tidak melakukan investigasi atau meminta keterangan dari terdakwa maupun pengurus LPD lainnya.
Pihak Saksi dari inspektorat Buleleng, Komang widyarini mengatakan tidak melakukan investigasi karena fokus pada perhitungan.
"Kita tidak perlu melakukan konfirmasi, tetapi ruang lingkup penugasan kami yang disarankan bahwa kami fokus pada perhitungan, menghitung nilai Kerugian ya, jadi tidak melakukan investigasi. Investigasinya tidak ada pada kita, ada di penyidik", ungkap Komang widyarini saat dikonfirmasi awak media seusai jalannya sidang.
Menanggapi apa yang diungkapkan Saksi dari Inspektorat Buleleng di persidangan, Penasihat hukum NAW, Wayan Sumardika SH., CLA, dengan tegas menyatakan keberatan karena kliennya tidak di periksa.
Menurutnya, dengan tidak di periksanya NAW sehingga menimbulkan hasil audit yang tidak profesional, hal itu sangat merugikan kliennya.
"Ini menyangkut nyawa orang, semestinya nasib ditentukan oleh Tuhan, ini sekarang manusia yang menentukan", pungkas Wayan Sumardika.
Sumardika malah menyindir Inspektorat bekerja hanya di atas meja.
"Dia hanya bekerja di atas meja, celakanya lagi, mengutip hasil kerja Akuntan Publik. Coba bayangkan, Jadi sampai pak Hakim tegur habis-habisan. Harusnya apapun alasannya karena hasil kerjanya dia digunakan untuk orang jadi duduk di kursi pesakitan. Jadi seketika saya tanya, "Ahli mengkonfirmasi nggak kepada pihak-pihak?", "Dia bilang tidak", ujarnya.
Lebih lanjut ia menanggapi apa yang disampaikan Saksi Inspektorat dalam persidangan bahwa Karena ada sejumlah fakta-fakta yang memang harus di konfirmasi kebenarannya. Contoh, ada kredit-kredit dengan menggunakan kode-kode. Padahal teori pencatatan di LPD Desa Adat Anturan, kredit dengan kode-kode itu adalah tercatat sebagai kredit yaitu adalah akumulasi penjumlahan dari bunga dan denda yang macet. Kemudian dikumpulkan kemudian dicatat sebagai kredit, tidak ada uang yang keluar.
"Jadi bagaimana hukum acara pidana kita, tegas, bahwa perbuatan Pidana adalah harus dibuktikan kebenaran materiilnya. Kalau kemudian itu dicatat-catat kemudian tidak ada uangnya yang di korupsi, lalu apa itu sebagai hasil audit yang bisa kita gunakan sebagai alat bukti?, Enggak bisa".
"Pak Hakim tadi sudah nyata-nyata menyalahkan proses audit yang dilakukan oleh auditor dari kantor inspektorat Kabupaten Buleleng. Itu audit yang tidak benar. Dia tidak paham Undang-Undang tentang BPK dan perbendaharaan negara. Jadi hasil auditnya abal-abal, karena tidak sesuai dengan fakta hukum. Karena dia hanya bekerja menjumlahkan angka-angka yang ada di pembukuan".
"Harus dikonfirmasi kebenaran itu, contoh ada kredit tercatat, padahal itu teori pencatatan LPD itu adalah kumpulan bunga dan denda. Tapi itu dianggap sebagai uang yang keluar, padahal fisik uang tidak ada yang keluar. Ini kan harus dikonfirmasi kebenarannya. Dan banyaklah tadi pak hakim dan kita semua juga tanyakan itu. Jadi dari persidangan tadi kita menilai pembuktian daripada hasil kerja auditor kantor inspektorat Kabupaten Buleleng lemah di depan persidangan, tidak sesuai fakta-fakta", beber Wayan Sumardika. (Smt)