• Label

    Copyright © DETIK NUSANTARA NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Buru Pendapatan, Perusahaan Provider Kesampingkan Kesejahteraan Penyanding.

    Kamis, 14 Desember 2023, Desember 14, 2023 WIB Last Updated 2023-12-14T01:34:34Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini



    Media DNN - Bali | Keberadaan Tower Base Tranceiver Station (BTS) yang diduga milik beberapa perusahaan besar di Indonesia yang berdiri tegak di wilayah Kelurahan Gilimanuk diduga hanya kejar target pendapatan, dan tidak memperhatikan terhadap keselamatan warga penyanding.

    Pasalnya, tower BST yang tidak memiliki pengaman terasiring jenis teras batu tersebut seperti yang ada di Lingkungan Jeneng Agung, Kelurahan Gilimanuk berdiri di tanah labil dan berada dikemiringan diperkirkan mencapai 70°.  Hal ini dapat menimbulkan bahaya terhadap keselamatan jiwa warga penyanding, dan warga yang melakukan aktifitas di sekitar Tower BST tersebut.


    Sementara dari pantauan awak media  Kamis, 14/12 diketahui bahwa, ada dua Tower BST yang berdiri tegak dilokasi padat penduduk yang ada di wilayah Kelurahan Gilimanuk, salah satu diantaranya berada di lahan yang berpotensi longsor dan ini sangat membahayakan mengingat di lokasi Tower BST tersebut tidak dipasang terasiring jenis teras batu.

    Entah seperti apa pemangku kebijakan dalam membuat kajian saat itu, sehingga pemerintah yang membidangi memberi ijin tower BST tersebut berdiri dilokasi padat penduduk. Sehingga kesannya hanya memburu peningkatan pendapatan daerah saja dan abai terhadap keselamatan warga masyarakat penyanding.

    Dan pada saat ditemui oleh awak media yang mana salah satu warga penyanding tower BST berinisial T (48) tahun, perempuan, warga masyarakat Kelurahan Gilimanuk ia mengatakan bahwa, dari perusahaan Tower BST tersebut hanya saja waktu awal mau mendirikan samberi meminta foto copi KTP pihak nya memberi sejumlah uang sebanyak Rp. 500 rb dan sampai saat ini tidak ada apa - apa lagi.


    Menurutnya, kesannya perusahaan pemilik tower BST tersebut hanya mengejar target pendapatan dan tidak memperhatikan keselamatan terhadap nasip warga penyanding. Padahal dengan adanya Provider yang memancarkan gelombang magnetik tersebut dapat memancing reaksi timbulnya petir disaat musim penghujan, dan itu sangat membahayakan terhadap barang elektronik yang kami miliki.

    Lebih lanjut ia mengatakan, sekitar tahun 1999 saya pernah diberi uang oleh provider sebesar 500rb dan tunjangan CSR pada tahun 2006 sebesar 500rb, itu terakhir kalinya saya mendapatkan tunjangan dan sampai saat ini tidak pernah dapat lagi, walau sudah pernah diurus bahkan saya dimintai foto copi KTP, tapi kenyataannya tidak ada kelanjutan lagi," terangnya.

    Secara terpisah Bapak Komang Dane (50) tahun warga Kelurahan Gilimanuk juga mengatakan, nominal yang diterima dulu oleh beberapa warga penyanding di bawah 500rb. Bahkan dirinya pernah menanyakan ke pihak Kelurahan Gilimanuk tentang tunjangan CSR namun dijelaskan bahwa karena status lahan sewa jadi tidak mendapatkan tunjangan. Sehingga dirinya berasumsi bahwa pihak Kelurahanlah yang mengelola tunjangan CSR tersebut dan tidak disampaikan ke warga penyanding.

    Sementara dari keterangan Lurah Gilimanuk Ida Bagus Tonie Wirahadikusuma, SE pada saat ditemui awak media Detiknudantaranews di ruangan kerjanya ia mengatakan bahwa, pihak kelurahan tidak pernah mendapatkan konfirmasi atau pengajuan perpanjangan untuk pengurusan ijin tower BST yang ada di wilayah Kelurahan Gilimanuk.

    Menurutnya, dari Lurah sebelumnya juga tidak pernah ada serah terima terkait tower BST tersebut. Bahkan Ida Bagus Tonie selaku Lurah Gilimanuk merasa resah tentang masalah tower BST yang tidak memiliki pengaman terasiring jenis teras batu seperti yang ada di Lingkungan Jeneng Agung, itu sangat berbahaya jika terjadi longsor mengingat Akhir - akhir ini sudah mulai turun hujan, dan pihak Kelurahan Gilimanuk juga menunggu itikad baik dari pihak provider." pungkasnya. (Indah).
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini