masukkan script iklan disini
Foto Bareng : Dari Kanan: Bilal, Bang Andri Eko Bumantoro; Seksi Peribadatan DKM Masjid At-Ta’awun, Gria Jakarta, Pak Firman Fajarial; Heru BosBro /warga Gria Jakarta.
Media DNN - Pamulang | Kunci keselamatan di Akhirat, atau kehidupan setelah mati nanti, adalah beratnya timbangan amal saleh seorang muslim.
Maka setiap muslim wajib beramal ibadah, sesuai petunjuk Islam, agar amal ibadahnya diterima Allah.
Inilah pesan utama Khutbah Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1445 H/10 April 2024, di Lapangan Balai Warga RT 05/ RW 08, Gria Jakarta, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Khutbah ini disampaikan oleh Ustadz Muhammad Rusmadi, S.Ag., M.A., sekaligus sebagai imam. Sementara Bilal disampaikan oleh Andri Eko Bumantoro.
Kunci keselamatan ini, kutip Ustadz Rus (sapaan akrabnya) saat berkhutbah, sudah Allah ingatkan dalam Al-Qur’an surah ke-101 ayat ke-6 hingga 11.
“Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang)/Surga. Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”
“Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.”
“Jadi, tugas kita selama hidup di dunia ini adalah, wajib memastikan, amal saleh kita yang kelak ditimbang Allah, akan lebih banyak atau lebih berat, dibanding amal-amal keburukan kita,” tegas pemegang gelar M.A bidang Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Sebelumnya, Ustadz Rus mengingatkan, dalam Surah ke-51 atau Adz-Dzariyat ayat ke-56 Allah mengingatkan, tujuan diciptakannya manusia hanya satu, yaitu beribadah kepada-Nya. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Lalu, lanjutnya, semua manusia pasti mati, kemudian dihidupkan kembali, sebagaimana dijelaskan dalam Surah ke-185 atau Ali Imran; "Setiap yang bernyawa akan mati.”
Kemudian di Surah ke-64 atau At-Taghabun; “...demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan (dari kematian), kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan."
Selain itu, Ustadz Rus juga menyampaikan penegasan para ulama, tentang syarat diterimanya amal ibadah setiap muslim, ada dua. Pertama, ikhlas karena Allah. Kedua, sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.
“Karena amal apapun, tergantung pada niatnya, sebagaimana hadits dari ‘Umar bin Khattab, riwayat Bukhari dan Muslim. Sementara di hadits riwayat Muslim disebutkan, siapa pun yang beribadah yang tak sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW, maka amal ibadahnya tersebut akan ditolak Allah,” jelasnya.
Setelah memenuhi dua syarat beramal ibadah di atas, masih menurut Ustadz Rus, seorang muslim juga wajib berdoa, agar segala ibadah yang dia sudah kerjakan, diterima Allah.
Sebagaimana teladan yang dicontohkan Bapak para Nabi, yakni Nabi Ibrahim AS, yang meski dia adalah seorang Nabi, yang baru saja menyelesaikan tugas dari Allah untuk membangun Ka’bah, namun dia tetap berdoa dan memohon, agar amalnya diterima Allah.
“Beliau berdoa, “Ya Allah, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat ke-127,” jelasnya.
“Bila Nabi Ibrahim saja berdoa demikian, tentunya kita yang bukan Nabi, lebih layak lagi berdoa dan memohon agar amal kita diterima,” ujar Ustadz Rus lagi.
Lebih jauh, dia menjelaskan keterangan para ulama, di antara tanda diterima amalan seorang muslim, termasuk ibadah selama Ramadhan, salah satunya penjelasan Ibnu Rajab, seorang ulama abad pertengahan atau abad ke-8 H.
“Sesungguhnya membiasakan puasa setelah puasa Ramadhan, merupakan tanda diterimanya puasa Ramadhan. Karena sesungguhnya Allah jika menerima amal seorang hamba, Dia akan memberikan hidayah kepada hamba itu untuk beramal shaleh setelahnya,” kutip Ustadz Rus.
Berarti, simpulnya, berdasarkan keterangan para ulama di atas, di antara tanda amal ibadah Ramadhan seorang muslim kemungkinan besar diterima Allah adalah, maka orang itu menjadi lebih baik selepas Ramadhan.
Atau, meneruskan kebaikan yang telah dia lakukan selama Ramadhan.
Seperti meneruskan ibadah puasa sunnah, kata Ustadz Rus, mencontohkan. Baik shalat sunnah malam atau shalat sunnat tahajjud dan witir. Minimal, satu rakaat. Bila berat bangun untuk shalat sunnat di tengah malam, bisa dikerjakan langsung selepas Isya.
“Juga berpuasa sunnah, seperti puasa Syawal, atau puasa Senin-Kamis, atau minimal berpuasa tiga hari sebulan, yang disebut Puasa Biidh,” contohnya lagi.
Seperti biasa, khutbah ini ditutup dengan doa, tak lupa dengan turut mendoakan umat Islam di Gaza dan Palestina yang masih dijajah Zionis Israel.
Sebelum digelarnya shalat Idul Fitri, juga disampaikan info santunan kaum dhuafa di bulan Ramadhan. Menurut Seksi Peribadatan DKM Masjid At-Ta’awun, Firman Fajarial, total dana santunan yang terkumpul mencapai Rp 25,350,000. “Dana ini disalurkan kepada 101 penerima, yang masing-masing menerima Rp 250 ribu,” jelasnya, kepada jamaah Shalat Idul Fitri.
Untuk diketahui, saat ini DKM Masjid At-Ta’awun, RT 05/ RW 08, Gria Jakarta, Pamulang, diketuai oleh Dr. Septa Chandra, SH., MH, Wakil Rektor IV UMJ yang juga Ketua Umum Ikatan Keluarga Pesantren Darunnajah Cipining (IKPDC).
Sementara Pengurus RT 05/ RW 08, Gria Jakarta, Pamulang, diketuai Maulana Yusuf. (Red).