Hal tersebut, kata Bupati Tamba didasari atas rasa keadilan bagi masyarakat yang tinggal di pinggir hutan untuk bisa memanfaatkan hasil alam seperti halnya masyarakat yang tinggal di pesisir laut.
"Saya melihat bahwa ada dua sisi yang berbeda antara masyarakat pinggir hutan dengan pinggir laut yang mendapat keadilan yang tidak sama. Yang berada dipinggir laut setiap saat bisa mengambil hasil laut dengan berapa pun dan kapanpun. Tetapi hak itu dulu tidak dimiliki oleh masyarakat dipinggir hutan," ujar Bupati Tamba dihadapan para ketua KTH, Selasa (20/8) di Aula Jimbarwana Kantor Bupati Jembrana.
Lanjut kata Bupati Tamba, sejumlah upaya dilakukan untuk dapat memberikan hak yang sama kepada masyarakat yang tinggal di pinggir hutan dengan memperoleh ijin untuk memanfaatkan hutan.
"Lalu kita berpikir dan terus mengkaji sehingga melahirkan lah rekomendasi yang dikeluarkan oleh Gubernur yang diketahui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan juga ijin dari desa," imbuhnya.
Pihaknya juga mengaku senang saat ini masyarakat yang tinggal di pinggir hutan dapat memanfaatkan hutan untuk menggerakan perekonomian dan memberikan kesejahteraan bagi keluarga mereka.
"Saya merasa sangat bangga, saya buktikan apa yang dulu saya rasakan sangat berat sekali perjuangannya untuk menjadikan hak pengelolaan hutan itu bisa bermanfaat untuk kita semua," ucapnya.
Kendati demikian, Bupati Tamba juga mewanti-wanti anggota KTH untuk bertanggungjawab terhadap hutan yang dikelolanya agar tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat lainnya khususnya bencana yang mungkin timbul akibat pemanfaatan hutan yang tidak tepat.
"Kita semua menandatangani nota kesepakatan sebagai penanggungjawab terhadap Jagawana. Dari kesepakatan itu, sebagai Jagawana, setiap anggota dan ketua KTH bertanggung jawab terhadap hak kelolanya," ungkapnya.
Pihaknya menegaskan setiap KTH harus bisa menjaga dan mengawasi hutan yang menjadi pengelolaannya. Karena semua hal terjadi di wilayah hutan tersebut akan menjadi tanggung jawab KTH.
"Apabila ada yang menebang hutan pada hak kelolanya, siapa pun itu yang melakukan, menjadi tanggung jawab KTH yang memiliki hak kelola itu. Sehingga akhirnya rekomendasi terhadap pengelolaan hutan itu bisa kita cabut," tegasnya.
Disamping itu, Bupati asal desa Kaliakah ini juga memberikan apresiasi kepada KTH yang ada di kabupaten Jembrana yang selama ini telah menunjukkan komitmen terhadap pelestarian hutan yang mana telah mendapat pengakuan di tingkat nasional.
Buah keberhasilan kabupaten Jembrana dalam menjaga dan melestarikan hutan, Bupati Tamba telah diundang sebagai pembicara dalam talkshow lingkungan, iklim, kehutanan, dan energi baru terbarukan yang digelar serangkaian dengan Festival LIKE II oleh Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta beberapa pekan lalu.
"Dihadapan ratusan pemerhati lingkungan dari seluruh Indonesia, saya menyampaikan bagaimana kita mengelola hutan dengan konsep Saba Wana Kerthi. Yaitu pengelolaan kawasan hutan dan perhutanan sosial, pelestarian lingkungan, pemanfaatan hutan secara profesional dan berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi masyarakat penyanding hutan," ucapnya.
Menariknya lagi, kelompok tani hutan telah bisa menyumbang Pendapat Asli Daerah (PAD) bagi kabupaten Jembrana melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (Ngr/humasJ/Red).