• Label

    Copyright © DETIK NUSANTARA NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Geram dengan Sistem Dinasti dan Arogansi, Warga Kalurahan Natah Siap Gelar Aksi Massa

    Rabu, 23 Oktober 2024, Oktober 23, 2024 WIB Last Updated 2024-10-23T07:28:29Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Media DNN - Gunungkidul, DIY |
    Gelombang protes dari warga Kalurahan Natah, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul kian membesar. Didampingi oleh Pos Pengaduan Rakyat (Pos-Pera), mereka mengancam akan menggelar aksi massa besar-besaran sebagai bentuk kekecewaan terhadap Lurah Natah, Wahyudi, yang dituding melakukan penyelewengan wewenang dan bertindak arogan.

    Warga mengeluhkan sistem dinasti yang diterapkan Wahyudi dalam pemerintahan desa, di mana berbagai posisi penting di Kalurahan Natah diduga diisi oleh anggota keluarga dekatnya. Selain itu, Wahyudi juga dituduh terlibat dalam sejumlah tindakan penyalahgunaan dana desa dan berbagai keputusan sepihak tanpa persetujuan Badan Musyawarah Kalurahan (Bamuskal).

    Salah satu perwakilan warga, S (inisial) dari Forum Natah Bersatu, menuturkan pada Selasa (22/10/2024) bahwa situasi di Kalurahan Natah sudah tidak bisa lagi ditoleransi. "Lurah Wahyudi diduga melakukan penyelewengan dana dan tidak transparan. Selain itu, pemerintahan desa seolah dijalankan sebagai kerajaan keluarga. Anak, istri, menantu, dan kerabat lurah semuanya menjadi perangkat desa," ungkap S.


    Tidak hanya terkait penyalahgunaan dana dan nepotisme, Wahyudi juga dituding sering bersikap arogan terhadap warganya. Kasus terbaru melibatkan Ketua RT 01 Dusun Natah Kulon, Yitno, yang mengaku dicaci maki dan dihina oleh Wahyudi. Tindakan ini menambah bara api di tengah keresahan warga, yang merasa bahwa Lurah Wahyudi sudah bertindak di luar batas.

    Lebih lanjut, S menyatakan bahwa warga telah melaporkan dugaan pelanggaran tersebut kepada beberapa instansi terkait, seperti Bupati Gunungkidul, Inspektorat Daerah (Irda), dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungkidul. Namun, hingga saat ini, laporan tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan. "Kami sudah melayangkan surat permintaan audit kepada Irda, tetapi tidak ada tanggapan. Kasus ini juga masih tersendat di Kejari," tambahnya.

    Dani Eko Wiyono, Ketua Pos-Pera yang mewakili warga dalam pendampingan hukum, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. "Kami berkomitmen untuk mendampingi warga Natah sampai tuntutan mereka terpenuhi. Audiensi dengan pihak-pihak terkait, seperti Kejari, Irda, Pemkab Gunungkidul, dan Polresta Gunungkidul akan segera kami gelar. Jika perlu, kami siap menggelar aksi massa bersama warga," tegas Dani.


    Warga Natah menilai Wahyudi telah melanggar kewajibannya sebagai lurah yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 27 huruf d mengharuskan kepala desa untuk menyebarluaskan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan secara transparan setiap akhir tahun anggaran. Namun, hingga kini, laporan terkait penggunaan anggaran desa tidak pernah disampaikan kepada warga, yang menambah ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan Wahyudi.

    Beberapa dugaan penyelewengan yang mencuat antara lain terkait pembangunan bendungan dan taman kalurahan. Pembangunan bendungan yang awalnya direncanakan di sungai besar tiba-tiba dialihkan ke anak sungai tanpa persetujuan Bamuskal. Selain itu, proyek taman kalurahan yang seharusnya berada di lingkungan balai kalurahan juga dipindahkan ke Padukuhan Natah Kulon tanpa musyawarah. Tidak hanya itu, warga juga mencurigai adanya aliran dana desa yang ditransfer ke rekening pribadi lurah dan sekretaris desa setelah dana dicairkan dari bendahara desa.

    Warga Natah berharap agar pemerintah daerah, Kejari, dan instansi terkait segera mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini. Jika tidak, warga siap untuk turun ke jalan dan menuntut perubahan nyata dalam pemerintahan desa mereka.

    Dengan semakin menguatnya tekanan dari warga dan dukungan dari Pos-Pera, konflik di Kalurahan Natah tampaknya akan berujung pada aksi besar yang berpotensi mempengaruhi stabilitas di wilayah tersebut. Kini, bola panas berada di tangan pemerintah daerah, apakah akan merespon cepat atau membiarkan kemarahan warga terus membara.


    (Bayu)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini