• Label

    Copyright © DETIK NUSANTARA NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Sidang Perdana Kasus Korupsi Pemanfaatan Tanah Kas Desa Maguwoharjo: Lurah Maguwoharjo Didakwa Korupsi Rp 805 Juta

    Selasa, 22 Oktober 2024, Oktober 22, 2024 WIB Last Updated 2024-10-22T07:36:45Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Media DNN - Yogyakarta |
    Kasus dugaan tindak pidana korupsi pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, akhirnya memasuki tahap persidangan. Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta ini menghadirkan terdakwa Kasidi, SE, yang menjabat sebagai Lurah Maguwoharjo sejak 2021. Sidang ini merupakan bagian dari rangkaian penuntutan terhadap praktik mafia tanah yang melibatkan sejumlah pihak dari kalangan pemerintahan desa dan swasta, Selasa (22/10/2024).

    Kasi Penkum Kejati D.I Yogyakarta Herwatan, SH menjelaskan Kasidi didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan beberapa saksi lain, yaitu Edi Suharjono, SH (Jagabaya), Nurbiyantara, SE (Danarta), Supriyana (Dukuh Pugeran), Kahudi Wahyu Widodo, ST, dan Yoni Prastyawan. Mereka dituduh secara melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain, yang merugikan keuangan negara dengan total kerugian mencapai Rp 805.600.000,-.

    Berdasarkan dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum, Kasidi selaku Lurah Maguwoharjo diduga berperan besar dalam pemanfaatan Tanah Kas Desa tanpa izin dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Sejak 2020, saksi Kahudi Wahyu Widodo, ST telah menggunakan tanah tersebut tanpa izin resmi untuk keperluan pribadi, seperti membangun sekolah sepak bola beserta fasilitas pendukungnya. Selain fasilitas olahraga, tanah itu juga digunakan untuk membangun mess, ruang meeting, restoran, dan lahan parkir.

    Alih-alih menghentikan atau memberi pembinaan atas penggunaan ilegal ini, Kasidi justru memberikan dukungan dengan menyewakan tanah kas desa tersebut kepada Kahudi. Tak hanya itu, Kasidi juga menambah fasilitas lain untuk mendukung pemanfaatan tanah yang dilakukan oleh saksi Kahudi, dengan menerima pembayaran sewa tanpa izin gubernur. Sebesar Rp 72.373.000,- dari uang sewa tanah itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa.

    Jaksa juga menyebut bahwa Kasidi telah menyetujui penyewaan tanah tersebut kepada Yoni Prastyawan dan beberapa saksi lainnya yang berperan sebagai perangkat desa, yaitu Edi Suharjono, Nurbiyantara, dan Supriyana. Semua tindakan ini dilakukan tanpa izin gubernur, yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta dan peraturan lainnya terkait pengelolaan tanah kas desa.

    Dari total kerugian negara yang dihitung oleh jaksa mencapai Rp 805.600.000,-, Kasidi bersama para saksi diduga bertanggung jawab atas hilangnya Rp 574.600.000,-, yang berasal dari penyalahgunaan tanah desa. Kerugian ini merupakan akumulasi dari keuntungan yang dinikmati terdakwa dan para saksi akibat penyewaan tanah desa yang tidak sah selama kurun waktu 2021 hingga 2023.

    Terdakwa Kasidi dan para saksi disebut secara bersama-sama melanggar sejumlah peraturan, antara lain Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pasal 21 ayat (2) Peraturan Daerah DIY Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Tanah Kasultanan dan Kadipaten, serta Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa.

    Dalam sidang pembacaan dakwaan, jaksa penuntut umum menjerat terdakwa dengan sejumlah pasal terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. Kasidi didakwa dengan dakwaan primair, yakni Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Jika dakwaan primair ini tidak terbukti, terdakwa juga dijerat dengan dakwaan subsidair, yaitu Pasal 3 jo. Pasal 18 UU yang sama.

    Terdakwa juga dijerat dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 11 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dan menerima keuntungan pribadi dari perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

    Persidangan ini masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang terkait dengan kasus ini. Para saksi, seperti Edi Suharjono, Nurbiyantara, dan Supriyana, yang turut didakwa dalam berkas perkara terpisah, akan dihadirkan untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Sidang ini menarik perhatian publik, terutama warga Maguwoharjo dan sekitarnya, mengingat dampak besar dari penyalahgunaan tanah desa yang seharusnya menjadi aset penting bagi kesejahteraan masyarakat.

    Kasus mafia tanah di Maguwoharjo ini menjadi pengingat keras bagi para pejabat daerah agar berhati-hati dalam mengelola aset negara dan desa, serta mematuhi peraturan yang berlaku. Sidang berikutnya akan digelar pada pekan depan, dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dan barang bukti.



    (Bayu)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini