masukkan script iklan disini
Lahir dari keluarga sederhana, Jhilly tumbuh dalam lingkungan yang harus berpindah-pindah seiring usaha keluarganya mengejar kestabilan ekonomi. Keadaan berubah drastis saat adik bungsunya lahir dengan penyakit bawaan, pneumonia, yang memerlukan perawatan intensif selama dua bulan di ICU. Kesedihan bertambah ketika sang adik, yang lahir dengan kondisi down syndrome, tak mampu bertahan dan akhirnya menghadap Sang Pencipta. "Itu pukulan besar bagi kami," kenang Jhilly sembari berusaha tegar. Tragedi ini menyisakan luka dalam, baik emosional maupun finansial. Biaya perawatan yang besar menghabiskan aset keluarga, membuat mereka harus berjuang lebih keras lagi untuk bertahan hidup.
Belum sempat bangkit, badai pandemi COVID-19 melanda dunia. Pandemi menghantam kehidupan mereka dengan lebih keras, memaksa ayah Jhilly, Denny Setiawan, kehilangan pekerjaannya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga mereka melakukan berbagai upaya, mulai dari berjualan jajanan di kantin sekolah hingga menjual barang-barang berharga seperti galon air untuk membeli sekedar beras. “Kami bahkan harus mengumpulkan kardus bekas dari tetangga hanya agar bisa membeli telur,” kata Jhilly dengan suara bergetar.
Meski kondisi ekonomi kian terpuruk, Jhilly tak patah semangat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saat kelulusannya dari SMAN 5 Yogyakarta, Jhilly mencoba peruntungan di berbagai jalur masuk perguruan tinggi. Ia lolos dalam jalur SNBP namun gagal di tahap seleksi akhir, dan kembali gagal di jalur SNBT. Namun, berkat dukungan keluarganya, ia tetap berjuang dengan mencoba jalur mandiri prestasi akademik di UNY. Dengan penuh keberanian, Jhilly mendaftar dengan sumbangan pendidikan sebesar Rp 0 karena ketiadaan biaya. Tuhan pun menunjukkan jalannya. Jhilly dinyatakan diterima di Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, UNY.
Namun, tantangan tak berhenti di situ. Ketika UKT ditetapkan, keluarga Jhilly yang masih dalam kondisi sulit harus mencari cara untuk membayar biaya tersebut. Denny Setiawan akhirnya menjual motor satu-satunya sebagai pengorbanan demi masa depan Jhilly. “Setelah itu, ayah harus berjalan kaki atau naik Trans Jogja untuk bekerja,” cerita Jhilly. Di tengah perjuangan ini, Jhilly tak menyerah dan mencoba mengajukan beasiswa. Usahanya berbuah manis. Jhilly berhasil meraih Beasiswa Bayan Peduli, sebuah program dari PT. Bayan Resources, Tbk., yang memberikan bantuan pendidikan bagi mahasiswa berprestasi dengan potensi besar.
Beasiswa Bayan Peduli ini benar-benar membawa napas baru bagi Jhilly dan keluarganya. Beasiswa tersebut mencakup tunjangan bulanan, subsidi UKT, bantuan laptop, serta dana untuk skripsi yang akan datang. Saat uang beasiswa pertama kali turun, Jhilly merasa haru karena beasiswa itu menjadi pengubah kehidupan keluarganya. Dengan bantuan ini, keluarganya bisa bangkit secara perlahan dan mulai membuka usaha kecil-kecilan.
Kini, Jhilly membuktikan dirinya pantas menerima beasiswa ini. Tidak hanya berhasil melanjutkan kuliah, ia juga meraih prestasi akademik yang gemilang dengan IPK 3,9. Jhilly merupakan salah satu dari 41 mahasiswa UNY angkatan 2023 yang memperoleh beasiswa dari PT. Bayan Resources, Tbk., perusahaan besar dalam industri tambang batu bara di Indonesia yang berkomitmen mendukung generasi muda melalui program beasiswa.
Jhilly berharap, dengan bantuan Beasiswa Bayan Peduli, ia bisa menyelesaikan pendidikannya dan menggapai cita-citanya sebagai pengajar yang dapat memberi inspirasi dan dukungan kepada generasi muda yang tengah berjuang di tengah keterbatasan ekonomi. “Bagi saya, beasiswa ini bukan hanya soal bantuan finansial, tetapi tentang harapan dan kesempatan untuk terus maju dan bangkit,” tutupnya penuh rasa syukur.
Jhilly kini berjanji untuk membalas kebaikan ini dengan kerja keras dan prestasi demi prestasi, membuktikan bahwa perjuangan tidak pernah mengkhianati hasil.
(Bayu)