masukkan script iklan disini
Dalam praktiknya, pelaksanaan proyek tersebut justru memicu kecurigaan warga terhadap Lurah Jurangjero, Suparno, yang diduga mengendalikan penuh dana upah pekerja (HOK). Berdasarkan juknis, dana HOK senilai Rp 44.658.000 seharusnya dibagikan kepada 31 pekerja selama 18 hari kerja, dengan rincian pekerjaan sepanjang 164 meter, lebar 3 meter, dan tinggi 10 cm. Namun, hingga kini, tidak ada pekerja yang menerima upah sesuai yang dijanjikan.
Lurah Suparno berdalih bahwa dana HOK telah dialokasikan untuk pembelian tambahan material guna menyelesaikan proyek lebih dari 200 meter, meliputi 5 rit pasir, split, dan 186 sak semen. Ia mengklaim bahwa keputusan tersebut telah disepakati oleh warga dan bahwa dana tersebut digunakan untuk keperluan proyek serta kontribusi kas dusun.
"Upah yang diberikan ke dusun yang ikut bekerja bervariasi, ada yang diberi uang kas Rp 2,5 juta, ada yang Rp 4 juta, dan ada yang diberi Rp 3 juta. Sisanya untuk membeli material, bayar upah dukuh, dan sewa molen," jelas Suparno saat ditemui di Kantor Kalurahan Jurangjero, Kamis (16/01/2025). Ia juga menegaskan bahwa dana yang digunakan sudah melebihi anggaran, sehingga ia merasa tidak melakukan penyelewengan.
Di sisi lain, Dukuh Nologaten, Hardi, membenarkan bahwa ia menerima Rp 2 juta dari Lurah Suparno. Namun, Hardi mengaku tidak mengetahui jumlah pasti material tambahan yang dibeli. "Memang lurah belanja pasir, split, dan semen, tapi pastinya saya tidak tahu berapa yang lurah belanja. Soal upah Rp 2 juta memang benar saya terima karena saya bekerja," ungkapnya.
Dukuh Hardi juga menjelaskan bahwa uang HOK sejumlah Rp 44.658.000 yang diterima pada bulan Desember 2024 diserahkan langsung kepada Lurah Suparno atas permintaan lurah, dan ia tidak berani menolak karena posisinya sebagai bawahan.
Berbeda dengan Dusun Nologaten, Dukuh Purworejo, Gunanto, menjalankan proyek talut di dusunnya sesuai juknis. Semua pekerja dibayar penuh sesuai dengan daftar upah. "Untuk pekerja di padat karya kami tetap diupahkan sesuai mereka bekerja," tegas Gunanto melalui pesan WhatsApp.
Program padat karya yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka lapangan kerja bagi mereka yang tidak berpenghasilan, justru menghadirkan masalah di Kalurahan Jurangjero. Warga menduga bahwa pengelolaan dana oleh Lurah Suparno tidak sesuai dengan peruntukan, dan dana HOK yang seharusnya menjadi hak pekerja digunakan untuk keperluan lain yang tidak transparan.
Hingga saat ini, belum ada penyelesaian yang jelas terkait dugaan penyelewengan dana tersebut. Masyarakat berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini agar keadilan dapat ditegakkan, dan hak para pekerja yang telah bekerja keras dalam proyek padat karya ini dapat terpenuhi.
(Bayu)