masukkan script iklan disini
Media DNN - Pontianak, Kalbar | Program pemerintahan Presiden Prabowo untuk menjadikan swasembada pangan sebagai prioritas utama patut mendapat dukungan dari seluruh stakeholder, terutama pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota terang Dr Herman Hofi Munawar pengamat kebijakan publik pada awak media pada hari Senin 17 Febuari 2025.
Terang Herman Hofi, Kita sadari bersama bahwa ketahanan pangan adalah kunci utama yang sangat urgent di tengah-tengah ekonomi yang tidak stabil saat ini. Bahkan, seharusnya bukan sekadar swasembada pangan menuju ketahanan pangan semata, melainkan Indonesia seharusnya menargetkan dalam jangka menengah (4-5 tahun) agar Indonesia dapat menjadi lumbung pangan dunia.
Tentu saja, untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah harus segera menentukan langkah-langkah strategis.
Langkah-langkah tersebut harus jelas, terukur, dan tidak menimbulkan masalah lingkungan hidup atau ekosistem.
Dari berbagai pemberitaan, kabarnya Kementerian Kehutanan akan membabat 20 juta hektar hutan dan melakukan pemutihan 3 juta hektar terhadap HGU perkebunan sawit.
Jika informasi tersebut benar, kami sangat menyayangkannya. Menteri Kehutanan seharusnya berpikir lebih komprehensif. Pembabatan 20 juta hektar untuk lahan pertanian hanya akan menimbulkan masalah baru pada ekosistem. Kondisi ekosistem kita saat ini sudah sangat membahayakan, bahkan sudah berada dalam zona merah.
Pembabatan tersebut tidak hanya akan menimbulkan dampak lingkungan semata, tetapi juga akan merusak sosial budaya masyarakat adat, terutama di daerah Kalimantan, Papua, dan Sumatra.
Bagi masyarakat adat, hutan merupakan sesuatu yang sakral dan dijunjung tinggi. Jadi, program Menteri Kehutanan ini berpotensi merusak nilai sosial dan budaya masyarakat adat di daerah Kalimantan, Sumatra, dan Papua.
Masih ungkap Dr Herman lagi, Untuk menjadikan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia, tidak perlu melakukan penebangan 20 juta hektar hutan. Cukup dengan mengoptimalkan lahan petani dan memanfaatkan banyaknya lahan tidur milik pemda yang tidak produktif. Selain itu, pemberdayaan petani menjadi sangat penting. Petani kita sudah sangat memahami dunia pertanian, hanya saja selama ini mereka tidak berdaya karena kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang kontraproduktif dengan upaya peningkatan produksi pertanian.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah menghentikan impor beras yang tidak terkendali. Pemerintah harus memutuskan untuk tidak mengimpor beras lagi. Tentu saja, selama dalam proses musim tanam, rasio kebutuhan pangan dan ketersediaan pangan harus dihitung dengan cermat. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga pangan dan memastikan cadangan pangan di berbagai daerah aman.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah distribusi pupuk bersubsidi yang selama ini banyak dikeluhkan oleh petani. Distribusi pupuk bersubsidi sering kali bermasalah di berbagai daerah, dan hal ini perlu segera dituntaskan.
Persoalan lain yang harus menjadi perhatian adalah ketersediaan bibit unggul yang terkadang terabaikan oleh pemerintah.
Jika mafia pupuk dapat diatasi, bibit unggul tersedia, dan impor beras dihentikan, maka yakinlah Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia. Tidak perlu melibatkan TNI dan Polri, karena kedua institusi ini sudah padat dengan tugas dan fungsinya. Jangan lagi dibebankan dengan tugas baru yang bukan bidangnya. Yakinlah, petani kita sudah sangat paham apa yang harus dilakukan tegas Dr Herman Hofi Munawar pengamat kebijakan publik Law. (Jono Aktivis98/red).