masukkan script iklan disini
Media DNN - Bone, Sulsel | Kinerja Kejaksaan dan Inspektorat Kabupaten Bone kembali menjadi sorotan tajam. Dugaan permainan kotor dalam penanganan laporan korupsi dana desa kian mencuat, hal ini memicu keresahan publik. H. M. Husain Syukur, S.Sos., Wakil Ketua Umum 1 Aliansi Persatuan Wartawan Merah Putih Indonesia, bersama sejumlah ketua LSM dan media online, serta Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LSP3M Gempar, Drs. M. Saleh Situju, SH, MH, mengecam keras lambannya penegakan hukum di daerah ini.
Dalam wawancara dengan tim investigasi, Husain menegaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan kejelasan atas laporan mereka. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan ada indikasi ketidaktransparanan dan kemungkinan adanya praktek pembiaran.
"Kami melihat ada indikasi kuat permainan di dalam. Laporan masyarakat sudah bertahun-tahun masuk, tapi tetap mengendap tanpa kepastian. Ada apa ini?" tegasnya dengan nada geram.
Peran Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat yang seharusnya menjadi garda pertama dalam menindak dugaan penyimpangan anggaran desa justru dipertanyakan. Husain menyoroti lemahnya kinerja Inspektorat dalam menghitung kerugian negara serta lambannya proses tindak lanjut oleh Kejaksaan.
"Kalau di kepolisian ada batas waktu jelas dalam penanganan kasus, mengapa di Inspektorat dan Kejaksaan tidak ada kepastian seperti itu? Jangan-jangan memang sengaja dibuat berlarut-larut supaya kasusnya bisa 'diatur'?" ujar Ketua DPP LSP3M Gempar, Drs. M. Saleh Situju, SH, MH, dengan nada penuh kecurigaan.
Lebih jauh, Saleh mempertanyakan keberadaan protap (prosedur tetap) dalam menangani laporan korupsi. "Kalau benar mereka punya SOP yang jelas, mengapa laporan yang sudah masuk sejak 29 Desember 2022 tak kunjung ditindaklanjuti? Ini sudah dua tahun lebih, dan masyarakat tetap tidak mendapatkan kejelasan!" tegasnya.
Lebih mencurigakan lagi, laporan yang diajukan ke Kejaksaan Kabupaten Bone terkait dugaan korupsi dana desa justru seolah-olah sengaja dipetieskan. Husain bahkan menduga ada oknum di dalam institusi tersebut yang bermain mata demi melindungi pelaku.
"Kami menduga ada pihak yang sengaja memperlambat, atau bahkan menutup-nutupi kasus ini. Kalau tidak ada kepentingan tertentu, kenapa prosesnya bisa selama ini?" ujarnya dengan nada tegas.
Ia pun menyerukan agar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Kejaksaan Agung RI turun tangan untuk mengambil alih kasus ini. "Kami meminta agar atasan mereka segera turun ke lapangan. Jangan biarkan Kejaksaan dan Inspektorat Bone jadi sarang permainan oknum yang melindungi koruptor!"
Dasar Hukum yang Dilanggar.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap bentuk penundaan atau penghambatan proses penyelidikan terhadap dugaan korupsi dapat dianggap sebagai bagian dari penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 21. Selain itu, ketidakjelasan prosedur dalam menangani laporan masyarakat juga melanggar prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Publik kini menanti, apakah Kejaksaan dan Inspektorat Bone akan membuktikan diri sebagai lembaga penegak hukum yang bersih, atau justru semakin memperlihatkan wajah buruknya kepada masyarakat? Sampai berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi dari kedua institusi tersebut, seolah membenarkan dugaan bahwa mereka memang tengah berusaha menghindari pertanggungjawaban.
Laporan ini menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum di Kabupaten Bone. Jika terus berlarut-larut tanpa tindakan konkret, bukan tidak mungkin kasus ini akan menjadi perhatian nasional dan menyeret lebih banyak nama ke dalam pusaran skandal ini. (Tim Investigasi ).